Takdir Naga - Морган Райс 6 стр.


Erec menarik belatinya dan mengacungkannya ke tenggorokan pria itu.

"Sebut dia 'pelayan' lagi," Erec memperingatkan, "dan kau bisa memastikan aku akan memotong lehermu. Apa kau mengerti?" tanyanya dengan tegas saat ia mengacungkan belati ke kulit pria itu.

Mata pria itu dibanjiri dengan air mata, saat ia perlahan-lahan mengangguk.

"Bawa dia ke sini, dan cepatlah," perintah Erec, dan menariknya berdiri dan mendorongnya, membuatnya melayang melintasi ruangan, dan menuju pintu belakang.

Ketika pemilik penginapan tidak berada di situ, muncul suara dentang periuk dari belakang pintu, teriakan teredam, dan kemudian, beberapa saat kemudian, pintu terbuka, lalu keluarlah beberapa perempuan, berpakaian compang-camping, dengan celemek dan penutup kepala, tertutup dengan minyak dari dapur. Ada tiga wanita yang lebih tua, berusia sekitar enam puluhan, dan Erec bertanya-tanya selama beberapa saat apakah pemilik penginapan tahu siapa yang ia maksudkan.

Dan kemudian, dia muncul - dan jantung Erec berhenti di dalam dadanya.

Ia hampir tidak bisa bernapas. Itulah dia.

Dia mengenakan sebuah celemek, ditutupi dengan noda lemak, dan terus menundukkan kepala dengan rendah, merasa malu untuk mendongak. Rambutnya diikat, ditutupi dengan selembar kain, pipinya dihiasi dengan kotoran - namun tetap saja, Erec terpesona olehnya. Kulitnya sangat muda, begitu sempurna. Dia memiliki pahatan pipi dan tulang rahang yang tinggi, sebuah hidung kecil yang ditutupi dengan bintik-bintik, dan bibir yang penuh. Dia memiliki dahi anggun yang lebar, dan rambut pirangnya yang indah tergerai keluar dari bawah penutup kepala.

Dia melirik ke arahnya, hanya untuk sesaat, dan, mata hijau-almond besarnya yang indah, yang beralih dalam cahaya, berubah menjadi biru kristal kemudian kembali lagi, membuatnya terdiam di tempat. Ia terkejut karena menyadari bahwa ia bahkan lebih terpesona olehnya saat ini ketimbang saat ia pertama kali berjumpa dengannya.

Di belakangnya, keluarlah pemilik penginapan, bermuka masam, yang masih menyeka darah dari hidungnya. Gadis itu berjalan ke depan dengan malu-malu, dikelilingi oleh wanita-wanita yang lebih tua, ke arah Erec, dan membungkuk saat dia semakin dekat. Erec bangkit, berdiri di depannya, juga beberapa rombongan Adipati.

"Tuanku," ujarnya, suaranya lembut dan merdu, mengisi hati Erec. "Tolong katakan pada saya apakah yang telah saya lakukan sehingga mengusik Anda. Saya tidak tahu apakah itu, tetapi saya meminta maaf atas apapun yang telah saya lakukan saat hadir di istana Adipati."

Erec tersenyum. Kata-katanya, bahasanya, bunyi suaranya - itu semua membuatnya merasa dipulihkan. Ia tidak akan pernah menginginkan dia untuk berhenti berbicara.

Erec mengulurkan tangan dan menyentuh dagunya dengan tangannya, mengangkatnya sampai mata lembutnya bertemu dengan mata Erec. Jantungnya berdegup kencang ketika ia menatap matanya. Rasanya seperti tersesat dalam lautan biru.

"Tuan Putri, kau tidak melakukan apa-apa yang menyinggung perasaan. Aku tidak merasa kau akan pernah bisa menyinggung perasaan. Aku datang ke sini bukan dengan kemarahan - tetapi karena cinta. Sejak aku melihatmu, aku tidak dapat memikirkan hal lain."

Gadis itu terlihat tersipu, dan segera menjatuhkan pandangan matanya ke lantai, berkedip beberapa kali. Dia memilin tangannya, nampak gelisah, bergejolak. Dia jelas-jelas tidak terbiasa dengan hal ini.

"Tolonglah tuan putri, beri tahu aku. Siapakah namamu?"

"Alistair," jawabnya, dengan rendah hati.

"Alistair," ulang Erec, bergelora. Itu adalah nama paling cantik yang pernah ia dengar.

"Tetapi saya tidak tahu mengapa Anda bersusah payah untuk mengetahuinya," tambahnya, dengan lembut, masih menatap lantai. "Anda adalah seorang Bangsawan. Dan saya hanyalah seorang pelayan."

“Dia adalah pelayanku, lebih tepatnya," kata pemilik penginapan, melangkah maju, merasa tidak senang. "Dia terikat kontrak dengan saya. Dia menandatangani sebuah kontrak, beberapa tahun yang lalu. Tujuh tahun yang dia janjikan. Sebagai imbalannya, saya memberinya makanan dan tempat tinggal. Dia ada di tahun ketiganya. Jadi kau lihat, ini semua buang-buang waktu. Dia adalah milik saya. Saya memilikinya. Anda tidak bisa membawa yang satu ini pergi. Dia adalah milik saya. Apa Anda mengerti?"

Erec merasakan kebencian terhadap pemilik penginapan melampaui yang pernah ia rasakan terhadap seorang pria. Sebagian dari pikirannya hendak mencabut pedangnya dan menikam jantungnya lalu membinasakannya. Bagaimanapun juga pria itu mungkin layak untuk diperlakukkan seperti itu, tetapi Erec tidak ingin melanggar hukum Raja. Selain itu, tindakannya mencerminkan sang raja.

"Hukum Raja adalah hukum Raja," kata Erec kepada pria itu dengan tegas. "Aku tidak berniat untuk melanggarnya. Dikatakan bahwa esok adalah dimulainya turnamen. Dan aku berhak, seperti pria manapun, untuk memilih pengantinku. Dan biarkan hal itu diketahui di sini dan bahwa saat ini aku memilih Alistair."

Keterkejutan menyebar ke ruangan itu, sebagaimana semua orang saling bertukar pandang, terkejut.

"Yang mana," tambah Erec, "jika dia menerimanya."

Erec menatap Alistair, jantungnya berdegup, ketika dia tetap menundukkan wajahnya ke lantai. Ia bisa melihat bahwa ia tersipu.

"Apakah kau setuju, tuan putri?" tanyanya.

Ruangan itu menjadi hening.

"Tuanku," ujarnya dengan lembut, "Anda tidak tahu apa-apa tentang siapa saya, dari mana saya berasal, mengapa saya berada di sini. Dan saya takut ini adalah hal-hal yang tidak bisa saya katakan kepada Anda."

Erec menatapnya dengan bingung.

"Mengapa kau tidak bisa menceritakannya kepadaku?"

"Saya tidak pernah mengatakan kepada siapa pun sejak kedatangan saya. Saya telah bersumpah."

"Tetapi mengapa?" tekannya, sangat penasaran.

Tetapi Alistair hanya tetap menundukkan wajahnya, terdiam.

"Memang benar," tambah salah seorang wanita pelayan. "Gadis ini tidak pernah mengatakan kepada kami siapa dia. Atau mengapa dia ada di sini. Dia menolak mengatakannya. Kami telah mencoba selama bertahun-tahun."

Erec sangat kebingungan olehnya - tetapi itu hanya menambahkannya menjadi misteri.

"Jika aku tidak boleh mengetahui siapa kau, maka aku tidak perlu mengetahuinya," ujar Erec. "Aku menghargai sumpahmu. Tetapi hal itu tidak akan merubah kasih sayangku kepadamu. Tuan putri, siapapun engkau, jika aku mungkin memenangkan turnamen ini, maka aku akan memilihmu sebagai hadiahku. Dirimu, dari wanita manapun di seluruh kerajaan ini. Aku bertanya kepadamu lagi, apakah kau menerimanya?"

Alistair tetap menatap lantai, dan ketika Erec memandangnya, ia melihat air mata bergulir di pipinya.

Tiba-tiba, ia berbalik dan lari keluar dari ruangan itu, berlari keluar dan menutup pintu di belakangnya.

Erec berdiri di sana, bersama dengan yang lainnya, tertegun dalam keheningan. Ia sangat sulit mengetahui cara untuk menafsirkan jawabannya.

"Sudah Anda lihat, Anda membuang-buang waktu Anda, dan waktu saya," ujar pemilik penginapan. "Dia berkata tidak. Jadi pergilah."

Erec mengernyit.

"Dia tidak berkata tidak," sela Brandt. "Dia tidak menjawab."

"Dia berhak atas waktu untuk berpikir," ujar Erec membela diri. "Selain itu, itu adalah hal yang butuh banyak pertimbangan. Dia tidak mengenalku juga."

Erec berdiri di sana, memperdebatkan apa yang harus dilakukan.

"Aku akan tinggal di sini malam ini," Erec akhirnya mengumumkan. "Anda harus memberi saya sebuah kamar di sini, satu lorong dengan kamarnya. Di pagi hari, sebelum turnamen dimulai, aku akan bertanya kepada dia lagi. Jika dia menerima, dan jika aku menang, dia akan menjadi pengantinku. Jika demikian, aku akan membelinya untuk membebaskan kerja paksanya denganmu, dan dia akan meninggalkan tempat ini bersamaku."

Pemilik penginapan jelas sekali tidak menginginkan Erec berada di bawah atapnya, tetapi ia tidak berani berkata apa-apa; jadi dia berbalik dan berlari keluar dari ruangan itu, membanting pintu di belakangnya.

"Apa kau yakin ingin tinggal di sini?" tanya Adipati. "Kembalilah ke kastil bersama dengan kami."

Erec menggelengkan kepala dengan sungguh-sungguh.

"Aku tidak pernah merasa seyakin ini dalam hidupku."

BAB DELAPAN

Thor menarik kepalanya dari udara, menyelam, memasukkan kepalanya ke dalam putaran air Laut Api. Ia menyelam semakin dalam dan mulai merasakan panas di sekelilingnya.

Di bawah permukaan, Thor membuka matanya dengan cepat – dan ia berharap ia tak pernah melakukannya. Ia menangkap sebuah pergerakan semua jenis makhluk laut yang aneh dan buruk rupa, besar dan kecil, dengan raut muka tak wajar dan tak masuk akal. Air di sekitarnya penuh dengan makhluk itu. Ia berdoa mereka tak menyerangnya sebelum ia sampai dengan aman di perahu.

Thor menyembul ke permukaan megap-megap, dan segera mencari si bocah yang tenggelam. Ia menemukannya dengan cepat: anak itu sedang timbul tenggelam, dan pada beberapa detik berikut dipastikan ia tak akan muncul ke permukaan lagi.

Thor mengulurkan tangannya, meraihnya dari belakang tulang selangka bocah itu, lalu mulai berenang bersamanya sambil menjaga kepala mereka berdua tetap berada di atas air. Thor mendengar suara menggeram dan saat ia berbalik, ia sangat terkejut melihat Krohn: pasti ia melompat ke dalam air untuk mengejarnya. Macan tutul itu berenang di sampingnya, ia mencoba mendekat ke arah Thor sambil mendengking. Thor merasa sedih telah membahayakan nyawa Krohn seperti saat ini – namun sangat sedikit yang bisa ia lakukan untuk Krohn.

Thor berusaha tak melihat ke sekelilignnya, ke arah air yang menggelegak kemerahan, ke arah makhluk-makhluk aneh yang timbul tenggelam. Seekor makhluk buruk rupa, dengan empat tangan dan dua kepala, muncul dan mendesis ke arahnya, lalu menyelam kembali ke dalam air, membuat Thor tersentak.

Thor berbalik dan melihat perahu sekitar dua puluh yar jauhnya, lalu berusaha berenang ke arahnya dengan rasa takut di dadanya. Ia gunakan satu lengan dan satu kakinya untuk menarik bocah itu. Bocah itu berontak dan berteriak, berusaha melepaskan diri darinya. Thor khawatir anak itu akan menenggelamkan mereka berdua.

“Bertahanlah!” seru Thor keras-keras, berharap si bocah akan mendengarkannya.

Untungnya, bocah itu memang mendengarnya. Thor sejenak merasa lega – sampai ia mendengar suara kecipak dan memalingkan kepalanya ke arah lain. Seekor makhluk menyembul, makhluk kecil dengan kepala kuning dan empat tentakel. Kepalanya persegi dan makhluk itu berenang ke arahnya, menggertak dan menggeram ke arahnya. Mahkluk itu tampak seperti seekor ular rattle yang hidup di laut, tapi kepalanya terlalu kotak. Thor balas menggertaknya saat binatang itu mendekat, dan ia bersiap untuk digigit olehnya – namun makhluk itu membuka mulutnya lebar-lebar dan meludahkan air laut ke arah Thor. Thor mengejapkan matanya, berusaha menyingkirkan air itu dari matanya.

Makhluk itu berenang mengelilingi mereka, dan Thor melipatgandakan kemampuannya untuk berenang lebih cepat, berusaha untuk menghindarinya.

Thor hampir berhasil dan ia semakin dekat dengan perahu ketika seekor makhluk lain menyembul tak jauh darinya. Makhluk itu panjang, gepeng dan berwarna jingga, dengan dua taring di mulutnya dan selusin kaki kecil. Makhluk itu punya ekor yang panjang dan memukul-mukulkannya ke segala arah. Makhluk itu tampak seperti lobster yang berdiri tegak lurus. Ia berenang di sekitar permukaan air seperti kutu dan mendesis ke arah Thor, berganti arah dan mengibaskan ekornya. Ekor binatang itu mencambuk lengan Thor dan ia menjerit kesakitan karena sengatannya.

Makhluk itu bergerak maju mundur, memukul-mukulkan ekornya terus menerus. Thor berharap ia dapat menghunus pedang dan menyerangnya – tapi hanya ada satu lengannya yang bebas dan ia membutuhkannya untuk berenang.

Krohn yang berenang di sisinya, berbalik dan menggeram ke arah makhluk itu dengan suara keras. Ia berenang tak gentar ke arah binatang buruk rupa, menakut-nakutinya hingga menghilang ke dalam air. Thor menarik nafas lega – sampai makhluk itu kembali muncul di sisinya yang lain, dan mencambuknya kembali. Krohn berputar dan mengejarnya, berusaha menangkapnya, ia berusaha menerkam binatang itu, tapi berulang kali gagal.

Thor berenang demi nyawanya sendiri, menyadari bahwa satu-satunya jalan untuk menyelamatkan diri adalah keluar dari laut ini. Setelah merasa berenang cukup lama, lebih keras dari yang pernah ia lakukan, akhirnya ia berhasil mendekati perahu yang bergoncang diterpa gelombang. Saat itu, dua bocah anggota Legiun yang lebih tua dan tak pernah berbicara pada Thor maupun kawan-kawannya, sedang menanti untuk menolongnya. Thor merasa berterima kasih karena mereka membungkuk dan menggapaikan tangan mereka.

Thor membantu bocah yang telah ditolongnya tadi untuk naik ke atas perahu. Dua anggota Legiun itu menarik lengannya dan menyeretnya.

Kemudian Thor menarik Krohn pada perutnya dan mengangkatnya dari air dan melemparkannya ke dalam perahu. Krohn mengeong dan dengan keempat cakarnya ia mendarat di perahu kayu, menggoyangkan badan untuk mengeringkannya. Ia meluncur menyeberangi lantai yang basah, ke sisi lain perahu. Lalu ia melompat mundur, berputar dan berlari ke pinggir, mencari Thor. Ia berdiri di sana, menuduk ke arah air dan memekik.

Thor menggapai dan meraih tangan salah seorang rekannya, dan baru saja menarik dirinya sendiri ke perahu kerika tiba-tiba ia merasa sesuatu yang kuat dan berotot melilitkan diri di pergelangan kaki dan pahanya. Ia memutar tubuhnya dan melihat ke bawah, hatinya membeku ketika ia melihat sesosok makhluk mirip seperti gurita berwarna hijau melilitkan tentakel di sekitar kakinya.

Thor menjerit kesakitan saat ia merasakan sengat makhluk itu menusuk dagingnya.

Thor menyadari jika ia tak melakukan sesuatu dengan cepat, ia akan mati. Dengan satu lengannya yang bebas, ia mengulurkan tangan ke sabuknya, mengemuarkan sebuah belati pendek, mencabutnya dan segera menusukkannya pada makhluk itu. Namun tentakel itu terlalu tebal, dan belati itu bahkan tak bisa menusuknya.

Makhluk itu marah. Kepalanya mendadak muncul ke permukaan, warnanya hijau, tanpa mata dan ada dua taring di lehernya yang panjang, satu di atas yang lainnya. Makhluk itu menganga memperlihatkan dua giginya yang tajam dan mendekat ke arah Thor. Thor merasa darah berhenti mengalir di kakinya, dan tahu ia harus segera bertindak. Seorang pemuda yang lebih tua berusaha menariknya, namun tangan Thor terlepas, dan ia kembali tercebur ke dalam air.

Krohn terus memekik, bulu-bulu di punggungnya berdiri, bersiap-siap masuk ke air. Namun Krohn tahu akan sia-sia menyerang makhluk itu.

Salah satu bocah senior maju ke depan dan berteriak:

“MERUNDUK!”

Thor merendahkan kepalanya saat seorang bocah melemparkan tombak. Tombak itu mendesis di udara namun meleset, melesat sia-sia dan tenggelam ke dalam air. Makhluk itu terlalu kecil, dan terlalu cepat.

Mendadak, Krohn melompat dari atas perahu dan kembali masuk ke dalam air, mendarat dengan taring terbuka dan menusukkan giginya yang tajam ke leher makhluk itu. Krohn menjepit dan mengayunkan makhluk itu ke kiri dan kanan, tidak melepaskannya.

Назад Дальше