Pekik Kemuliaan - Морган Райс 8 стр.


Krohn mendengking di belakangnya, dan Thor membungkuk lalu membelai kepalanya, sementara Khron menjilat telapak tangannya. Thor merasa lega Krohn baik-baik saja. Thor membawanya dari medan pertempuran dan menaruhnya di atas kuda di belakang punggungnya; Krohn kelihatannya bisa berjalan, tapi Thor menginginkan Krohn untuk beristirahat dan memulihkan tubuhnya selama perjalanan pulang yang panjang. Serangan yang dialami Krohn sangat keras, dan bagi Thor kelihatannya Krohn mengalami patah tulang. Thor hampir tidak bisa mengucapkan terima kasih kepada Krohn, yang terasa lebih seperti saudara baginya daripada binatang, dan yang telah menyelamatkan hidupnya lebih dari sekali.

Ketika mereka naik ke sebuah bukit dan terhamparlah kerajaan yang membentang di depan mereka, muncullah pemadangan hamparan kota dari Istana Raja yang mulia, dengan puluhan menara dan puncaknya, dengan dinding batu kunonya dan jembatan angkat yang sangat besar. Dengan gerbang melengkungnya dan ratusan tentara yang berjaga di tembok pembatas dan di jalan, mengitari lahan pertanian, dan tentu saja Kastil Raja di bagian tengahnya. Thor segera ingat akan Gwen. Dia telah membuat dirinya bertahan di pertempuran, dia telah memberi dirinya alasan dan tujuan untuk hidup. Dengan mengetahui bahwa dirinya telah dijebak dan dikepung, Thor tiba-tiba mengkhawatirkan nasibnya juga. Ia berharap dia baik-baik saja di sana, bahwa serangan apa pun yang membuatnya terlibat dalam pengkhianatan ini akan membiarkan dia tidak tersentuh.

Thor mendengar sorakan di kejauhan, melihat sesuatu berkilauan dalam cahaya. Dan saat ia menyipitkan matanya di puncak bukit, ia menyadari bahwa sebuah kerumunan besar terbentuk di cakrawala, di depan Istana Raja, berbaris di jalanan, melambai-lambaikan bendera. Orang-orang berkumpul dalam jumlah besar untuk menyambut mereka.

Seseorang meniupkan terompet, dan Thor menyadari bahwa mereka disambut pulang. Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, ia tidak mereasa seperti orang asing.

“Terompet itu bersuara untukmu,” ujar Reece, berkuda di sampingnya, menepuk punggungnya dan menatapnya dengan keseganan baru. “Kau adalah jawara dari pertempuran ini. Kau adalah pahlawan bagi orang-orang sekarang.”

“Bayangkan, salah satu dari kita, seorang anggota Legiun biasa, mengobrak-abrik Pasukan McCloud,” tambah O’Connor dengan bangga.

“Kau melakukan kemuliaan besar bagi seluruh Legiun,” kata Elden. “Sekarang mereka harus memandang kita semua dengan sangat serius.”

“Jangan lupa, kau menyelamatkan nyawa kita,” tambah Conval.

Thor mengangkat bahu, merasa sangat bangga, tapi juga tidak memperbolehkan semua ini merasuki kepalanya. Ia tahu bahwa ia adalah manusia, lemah dan rapuh, seperti yang lain. Dan gelombang pertempuran itu mungkin saja berbalik ke arah lain.

“Aku hanya melakukan seperti yang sudah dilatihkan,” timpal Thor. “Apa yang sudah dilatih kepada kita untuk dilakukan. Aku tidak lebih baik dari siapa pun. Aku hanya mendapat keberuntungan hari ini.”

“Menurutkua itu lebih dari keberuntungan,” Reece menimpali.

Mereka semua melanjutkan dengan derap pelan, menuruni jalan utama menuju Istana Raja, dan saat mereka melakukannya jalan mulai dipenuhi dengan orang-orang, tumpah-ruah dari pedesaan, bersorak-sorak, melambaikan bendera kerajaan MacGil berwarna biru dan kuning. Thor menyadari bahwa inin telah menjadi parade yang sangat ramai. Seluruh istana telah datang untuk menyambut mereka, dan ia bisa merasakan kelegaan dan kegembiraan di wajah-wajah mereka. Ia bisa memahami mengapa: jika pasukan McCloud semakin mendekat, mereka pasti akan menghancurkan itu semua.

Thor berkuda bersama yang lain melalui segerombolan orang, di atas jembatan angkat kayu, tapak kaki kuda mereka berderap. Mereka melalui gerbang batu melengkung, melewati terowongan, langit menjadi gelap. Lalu ke luar ke sisi lain, menuju Istana Raja – di mana mereka bertemu dengan massa yang bergembira. Mereka melambaikan bendera dan melemparkan gula-gula, dan sekelompok musisi mulai menyuarakan simbal, memukul drum, sementara orang-orang mulai berdansa di jalanan.

Thor turun dari kuda bersama yang lain karena semakin riuh untuk mengendarai kuda, dan ia mengulurkan tangan lalu membantu Krohn turun dari kuda. Ia melihat dengan saksama ketika Krohn bejalan terpincang-pincang; dia nampak baik-baik saja untuk berjalan sekarang, dan Thor merasa lega. Krohn berpaling dan menjilat telapak tangan Thor beberapa kali.

Kelompok mereka berjalan melalui Alun-Alun Raja, ketika Thor dipeluk dan dirangkul dari semua sisi oleh orang-orang yang tidak ia kenal.

“Kau telah menyelamatkan kami!” seorang pria tua berseru. “Kau telah membebaskan kerajaan kita!”

Thor ingin menimpali, tapi ia tidak bisa, suaranya tertelan oleh riuhnya ratusan orang yang bersoraj dan berseru di sekeliling mereka, musik semakin keras. Kemudian, satu tong kecil bir putih digulirkan ke lapangan, dan orang-orang berhamburan untuk minum, bernyanyi, dan tertawa.

Namun Thor hanya punya satu hal dalam benaknya: Gwendolyn. Ia harus menemuinya. Ia mengamati semua wajah, sangat ingin melihat kilasannya, memastikan bahwa dia akan ada di sini – tapi ia merasa kecewa karena ternyata ia tidak bisa menemukannya.

Lalu ia merasakan sebuah tepukan di bahunya.

“Aku rasa wanita yang kau cari ada di sana,” ujar Reece, membalikkan tubuhnya dan menunjuk ke arah lain.

Thor berpaling dan matanya terbelalak. Di sana, berjalan dengan cepat menuju ke arahnya, dengan sebuah senyum lebar dengan rasa lega yang melihatnya seolah-olah dia telah terjaga sepanjang malam, adalah Gwendolyn.

Dia terlihat lebih cantik dari yang pernah ia lihat, dan dia bersergera menuju ke arahnya dan berlari tepat menuju lengan Thor. Dia melompat dan memeluknya, dan ia balas memeluknya, erat-erat, memutarnya di kerumunan. Dia bergelayut pada dirinya dan tidak melepaskan dirinya, lalu ia merasakan air matanya meleleh di lehernya. Ia bisa merasakan cintanya, dan merasakannya kembali.

“Syukurlah kau selamat,” ujarnya, sangat gembira.

“Aku tidak bisa memikirkan apa-apa selain dirimu,” timpal Thor, memeluknya erat. Saat ia merasakannya dalam pelukannya, semua di dunia terasa lengkap sekali lagi.

Perlahan-lahan, ia melepaskannya, dan dia menatapnya lalu mereka saling mencondongkan badan dan berciuman. Mereka berciuman untuk waktu yang lama, orang-orang berputar-putar di sekeliling mereka.

“Gwendolyn!” Reece berseru memanggill dengan gembira.

Dia berpaling dan memeluknya, dan kemudian Godfrey melangkah maju dan memeluk Thor, kamudian saudaranya Reece. Itu adalah sebuah reuni keluarga, dan Thor entah bagaimana merasa seolah-olah ia adalah bagian dari itu, seolah-olah mereka semua sudah menjadi keluarganya. Mereka semua berkumpul olah cinta mereka pada MacGil – dan oleh kebencian mereka terhadap Gareth.

Krohn melangkah maju dan melompat ke arah Gewndolyn, dan ia mencondongkan badan dengan sebuah tawa dan memeluknya saat Krohn menjilat wajahnya.

“Kau tumbuh lebih besar tiap hari!” serunya. “Bagaimana aku bisa berterima kasih karena menyelamatkan Thor?”

Krohn melompat ke arahnya lagi, hingga akhirnya, dengan tertawa, ia haru menepuk-nepuk untuk menenangkannya.

“Mari kita pergi dari sini,” kata Gwen kepada Thor, yang terdorong dari setiap sisi oleh massa yang sangat banyak. Dia mengulurkan tangan dan meraih tangan Thor.

Thor mengulurkan tangan dan balas meraih tangannya, dan baru akan mengikuti dia – ketika tiba-tiba beberapa prajurit Kesatuan Perak muncul di belakang Thor dan mengangkatnya ke udara, tinggi di atas kepala mereka, menempatkan dirinya di bahu mereka. Saat Thor naik di udara, sebuah seruan keras muncul dari kerumunan.

“THORGRIN!” kerumunan itu bersorak-sorai.

Thor diarak berkeliling lagi, sebagaimana segelas bir putih disorongkan ke tangannya. Ia mencondongkan badannya ke belakang dan kerumunan itu bersorak semakin riuh.

Thor diturunkan dengan kasar, dan ia terhuyung, tertawa, saat kerumunan itu mengerumuninya.

“Kita menuju ke victor’s feast,” ujar seorang prajurit yang tidak Thor kenal, seorang anggota Kesatuan perak, yang menepuk punggungnya dengan tangan tangan berotot. “Itu adalah sebuah pesta khusus ksatria. Hanya pria. Kau akan ikut dengan kita. Akan ada sebua tempat yang dipesan untukmu di meja. Dan kau dan kau,” ujarnya, menunjuk Reece, O’Connor, dan teman-teman Thor. “Kau adalah pria sekarang, dan kau akan bergabung dengan kita.”

Sebuah sorakan muncul saat mereka semua diraih oleh para anggota Kesatuan Perak dan dibawa pergi; Thor kabur di saat-saat terakhir dan berpaling pada Gwen, merasa bersalah dan tidak ingin membuatnya kecewa.

“Pergilah dengan mereka,” ujarnya, tanpa mementingkan dirinya. “Itu penting untukmu. Berpesta dengan saudara-saudaramu. Merayakan bersama mereka. Itu adalah tradisi di antara Kesatuan Perak. Kau tidak boleh melewatkannya. Nanti malam, temuilah aku di pintu belakang Balai Senjata. Lalu kita akan melewatkan waktu bersama.”

Thor membungkukkan badan dan menciumnya untuk terakhir kalinya, menahannya selama mungkin, sampai dia ditarik pergi oleh teman sesama prajuritnya.

“Aku mencintaimu,” ujar Gwen kepadanya.

“Aku mencintaimu juga,” timpalnya, bersungguh-sungguh lebih dari yang dia ketahui.

Yang bisa ia pikirkan hanyalah, ketika ia dibawa pergi, saat ia mengamati mata yang cantik itu, sangat penuh cinta untuknya, yang ia inginkan selama ini, lebih dari apa pun, untuk melamarnya, untuk membuat dia menjadi miliknya selamanya. Sekarang bukan saat yang tepat, tapi segera, ia berkata kepada dirinya sendiri.

Mungkin bukan malam ini.

BAB DUA BELAS

Gareth berdiri di dalam ruangannya, memandang ke luar jendela ke arah cahaya pagi yang merekah muncul di atas Istana Raja, mengamati sekumpulan orang berkumpul di bawah – dan merasakan mual di perutnya. Di cakrawala adalah ketakutan terburuknya, suatu gambaran yang sangat membuatnya ngeri: pasukan raja kembali, menang, berjaya dari pertempurannya dengan McCloud. Kendrick dan Thor ada di kepalanya, bebas, hidup – pahlawan. Mata-matanya telah memberinya informasi tentang semua peristiwa yang sudah terjadi, bahwa Thor bertahan hidup dari sergapan, bahwa dia hidup dan selamat. Sekarang mereka semua dengan gagah berani, kembali ke Istana Raja sebagai satu pasukan yang semakin kuat. Semua rencananya porak-poranda dan menyisakan lubang di perutnya. Ia mersakan kerajaan memgepung dirinya.

Gareth mendengar sebuah suara derak di dalam kamarnya, lalu ia berbalik dan menutup matanya segera pada pemandangan di depannya, menyerangnya dengan kengerian.

“Buka matamu, nak!” muncul suara yang menggelegar.

Gemetar, Gareth membuka matanya, dan tercengang melihat ayahnya, berdiri di sana, sebuah mayat, membusuk, sebuah mahkota berkarat di atas kepalanya, dan sebuah tongkat kerajaan di tangannya. Dia menatapnya dengan tatapan cercaan, sama seperti dia masih hidup.

“Darah dibalas dengan darah,” ayahnya berseru.

“Aku membencimu!” Gareth menjerit. “AKU BENCI KAU!” ulangnya, dan menarik belati dari sabuknya lalu menyerang ke arah ayahnya.

Saat ia mencapai tempat ayahnya berdiri, ia menebaskan belatinya – tidak mengenai apa-apa melainkan udara – dan terjerembab melintasi ruangan.

Gareth memutar tubuhnya, tapi penampakan itu telah hilang. Ia hanya sendirian di dalam ruangan itu. Ia sendirian saja sepanjang waktu. Apakah ia gila?

Gareth berlari ke sudut ruangan itu, mengobrak-abrik lemari pakaiannya dan mengeluarkan pipa opiumnya dengan tangan gemetar; ia segera menyalakannya, dan menghirupnya dalam-dalam, lagi dan lagi. Ia merasakan aliran candu itu menjalar ke seluruh tubuhnya, merasakan dirinya tersesat sejenak dalam luapan candu itu. Ia menggunakan semakin banyak opium beberapa hari terakhir ini – kelihatannya itu hanyalah satu-satunya hal yang membantunya melarikan diri dari bayangan ayahnya. Gareth merasa tersiksa berada di ruangan ini, dan ia mulai bertanya-tanya apakah hantu ayahnya telah terperangkap di dalam dinding ini dan apakah ia harus memindahkan istananya di tempat lain. Bagaimanapun juga, ia ingin meruntuhkan bangunan ini – tempat ini menyimpan semua kenangan masa kanak-kanaknya yang ia benci.

Gareth berpaling ke arah jendela, diselimuti keringat dingin, dan menyeka dahinya dengan punggung tangannya. Ia mengamati. Pasukan semakin dekat, dan Thor terlihat bahkan dari sini, massa yang bodoh mengerubunginya seperti seorang pahlawan. Itu membuat Gareth murka, membuatnya terbakar rasa dengki. Setiap rencana yang ia gerakkan telah runtuh: Kendrick bebas; Thor hidup; bahka Godfrey entah bagaimana berhasil selamat dari racun – racun yang cukup untuk membunuh seekor kuda.

Tapi sekali lagi, rencananya yang lain berhasil: Firth, setidaknya, sudah mati, dan tidak ada lagi saksi yang tersisa untuk membuktikan bahwa ia membunuh ayahnya. Gareth menarik napas dalam-dalam, lega, menyadari bahwa semua itu tidak seburuk seperti kelihatannya. Selain itu, konvoi kaum Nevarun sedang dalam perjalanan untuk membawa Gwendolyn, untuk menyeretnya pergi menuju ke sudut mengerikan dari Cincin dan menikahkannya. Ia tersenyum dengan pikiran itu, mulai merasa lebih baik. Ya, setidaknya dia akan keluar dari pikirannya secepatnya.

Gareth punya waktu. Ia akan mencari cara lain untuk mengatasi Kendrick, Thor, dan Godfrey – ia punya banyak sekali rencana untuk membunuh mereka. Dan ia punya banyak waktu dan semua kekuasaan di dunia untuk mewujudkannya. Ya, mereka telah memenangkan babak ini, tapi mereka tidak akan menang di babak selanjutnya.

Gareth mendengar geraman lain, berbalik, dan tidak melihat apa pun di dalam ruangan itu. Ia harus keluar dari sini – ia tidak bisa lagi menahannya.

Ia berbalik dan segera keluar dari ruangan itu. Pintu terbuka sebelum ia mencapainya, pelayannya dengan waspada mengantisipasi setiap gerakannya.

Gareth melemparkan jubah dan mahkota ayahnya, dan mengambil tongkat kerajaannya, saat ia berkalan menuruni lorong. Ia menuruni koridor sampai ia mencapai ruang makan pribadinya, sebuah ruangan batu rumit dengan atap-atap melengkung yang tinggi dan jendela kaca berwarna, bercahaya dalam cahaya pagi. Dua pelayannya berdiri menunggu di pintu yang terbuka, dan yang lain berdiri menunggu di belakang kepala meja. Meja itu adalah prasmanan panjang, sepanjang lima belas kaki, dengan puluhan kursi berbaris di kedua sisinya; pelayan menarik kursi Gareth untuknya saat ia mendekat, kursi oak tua yang telah diduduki ayahnya berkali-kali.

Gareth duduk dan menyadari betapa ia sangat membenci ruangan itu. Ia ingat dipaksa untuk duduk di sini sebagai seorang anak, seluruh keluarganya berderet mengelilinginya, dihardik oleh ayah dan ibunya. Sekarang ruangan itu amat sunyi. Tidak ada seorang pun kecuali dirinya – tidak saudara laki-laki maupun saudara perempuannya atau orang tuan maupun kawan. Bahkan tidak penasihatnya. Selama beberapa hari terakhir, ia berhasil mengisolasi semua orang, dan sekarang ia makan sendirian. Ia lebih memilih cara seperti itu – ada terlalu banyak kejadian saat ia melihat hantu ayahnya ada di sini bersama dirinya, dan ia merasa sangat malu karena menangis di depan orang lain.

Назад